Madinah - Meninggal saat ibadah haji adalah sebuah karunia besar dan kemuliaan dari Allah SWT. Bagi umat Islam yang mendapat kabar kewafatan saudaranya saat ibadah haji, tentu menjadi duka yang mendalam. Terlebih karena jasad mereka tidak bisa dibawa ke Tanah Air.
Akan tetapi, seseorang yang meninggal dunia saat melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci akan mendapatkan keutamaan dan kemuliaan, salah satunya mati dalam keadaan syahid atau seperti orang yang wafat di jalan Allah SWT. Keutamaan ini diterangkan Imam al-Ghazali dalam Kitab Asrar al-Hajj.
Imam al-Ghazali mengutip riwayat Al-Hasan yang mengatakan, "Barang siapa meninggal tepat sesudah Ramadan, perang atau haji, niscaya meninggal sebagai syahid." Ibnu al-Jauzi turut meriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri dengan redaksi serupa. Hanya saja dalam riwayatnya, Al-Hasan berkata, "Sesudah umrah, haji, atau perang."
Keistimewaan tersebut juga membuat sebagian besar jemaah haji menginginkan dirinya wafat di Tanah Suci dalam keadaan syahid dan suci dari dosa. Dalam beberapa riwayat hadits, Rasulullah SAW pun turut menerangkan beberapa keutamaan bagi orang yang meninggal saat ibadah haji. Berikut ini di antaranya.
Keutamaan Orang Meninggal saat Ibadah Haji
1. Amalnya Mengalir sampai Hari Kiamat
Orang yang meninggal saat ibadah haji, amalnya akan mengalir sampai hari Kiamat kelak sebagaimana diterangkan dalam hadits yang dinukil dari buku Ensiklopedi Hak dan Kewajiban dalam Islam karya Syaikh Sa'ad Yusuf Mahmud Abu Aziz.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata Rasulullah SAW bersabda,
"Barang siapa keluar dalam keadaan berhaji, kemudian meninggal dunia, maka ditetapkan baginya pahala haji sampai hari Kiamat. Dan barang siapa keluar dalam keadaan umrah kemudian meninggal dunia, maka ditetapkan baginya pahala umrah sampai hari Kiamat. Dan barang siapa keluar dalam keadaan berperang, kemudian meninggal dunia, maka ditetapkan baginya pahala pejuang sampai hari Kiamat." (HR Thabrani)
2. Dibangkitkan pada Hari Kiamat dalam Keadaan Mengucapkan Talbiyah
Selain itu, orang yang meninggal saat menunaikan haji akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan mengucapkan talbiyah.
Dalam sumber yang sama, disebutkan riwayat hadits dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, "Saat seseorang berdiri bersama Rasulullah SAW di Arafah, tiba-tiba ia jatuh dari kendaraannya dan kendaraannya menginjak kepalanya.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Mandikan ia dengan air dan daun sidr (bidara), kafani dengan pakaiannya, dan jangan tutup kepalanya, dan jangan diberi pewangi. Sebab, sesungguhnya dia akan dibangkitkan pada hari Kiamat dalam keadaan mengucapkan talbiyah." (Muttafaq Alaih)
3. Tidak Mendapatkan Hisab dan Tidak Diperhitungkan Perbuatannya
Keutamaan seseorang yang meninggal dunia saat beribadah di Tanah Haram juga akan mendapat jaminan surga, sebab ia tidak mendapatkan hisab dan tidak diperhitungkan perbuatannya di akhirat kelak.
Hal ini diterangkan dalam Kitab Ihya 'Ulumiddin 2 oleh Imam Al Ghazali, Rasulullah SAW pernah bersabda,
"Siapa saja yang meninggalkan rumahnya untuk berhaji atau menjalankan ibadah umrah, namun ia ditakdirkan meninggal dunia di tengah perjalanan, niscaya dituliskan baginya pahala sebagaimana orang yang berhaji atau berumrah sampai hari kebangkitan kelak.
Dan siapa saja yang meninggal dunia pada salah satu tanah haram (Tanah Suci Makkah maupun Madinah), niscaya ia tidak akan dihisab dan tidak akan diperhitungkan perbuatannya, lalu dikatakan kepadanya, 'Masuklah ke surga.'" (HR al-Baihaqi)
Dalam salah satu hadits dikatakan, Rasulullah SAW akan memberikan syafaat bagi orang yang meninggal di Madinah. Beliau bersabda,
"Siapa saja di antara kalian yang dapat meninggal di Madinah, maka hendaklah ia meninggal (di Madinah) karena siapa saja yang meninggal di Madinah, maka aku akan menjadi saksi atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat."
Haitsami dalam Majma' az-Zawa'id mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dengan sanad hasan dan perawi shahih, kecuali guru Thabrani.
Wallahu a'lam.